Cuan Arab dalam Aliran Sepak Bola Afrika Utara
Suasana yang sudah biasa terjadi, menyelimuti semifinal Liga Champions Afrika 2019. Juara bertahan Esperance de Tunis menjamu juara 2015, TP Mazembe dari Republik Demokratik Kongo, pada 27 April 2019. Selang sepekan kemudian, giliran tim asal Tunisia itu yang melakukan perjalanan ke Lubumbashi untuk melakoni leg kedua.
Sementara Mamelodi Sundowns, klub Afrika Selatan pemegang status juara 2016, bertandang ke Rabat, Maroko, pada 26 April 2019. Di leg pertama babak semifinal tersebut, Mamelodi Sundowns menghadapi sang juara 2017 yakni Wydad Casablanca.
Suasana seperti babak semifinal Liga Champions Afrika 2019 itu sangat umum terjadi di pentas sepak bola Afrika. Bertemu dengan musuh yang sudah dikenal, sangat umum terjadi di kompetisi klub utama Afrika. Terutama untuk tim Afrika Utara yang telah mendominasi kompetisi ini.
Klub-klub dari Afrika Utara memang mendominasi kancah Liga Champions Afrika. Dari 15 kali partai final, klub Maroko bersama Aljazair, Tunisia dan Mesir secara total mencatatkan 19 kali penampilan.
Dalam perolehan gelar juara Liga Champions Afrika, klub Afrika Utara juga sangat mendominasi. Ada Al Ahly, klub asal Mesir, yang memegang rekor paling banyak dengan torehan 10 trofi. Posisi kedua ditempati klub Mesir lainnya, Zamalek, yang mengoleksi 5 gelar.
Baru di posisi ketiga, ada TP Mazembe dari Republika Demokratik Kongo (Afrika Tengah) yang mampu menyaingi dominasi klub Afrika Utara. TP Mazembe memiliki koleksi gelar sama seperti Zamalek.
Anggaran Fantastis
Mengapa wilayah utara begitu mendominasi sepak bola Afrika? Ada banyak faktor yang berkontribusi pada supremasi sepak bola Afrika Utara. Tapi, penjelasan utamanya adalah cuan.
Klub besar di Afrika Utara dapat mengumpulkan anggaran tahunan hingga 10 juta dolar AS. Wydad Casablanca membuat rekor klub dengan anggaran 12 juta dolar AS.
Esperance de Tunis mengumumkan anggaran sebesar 8,5 juta dolar AS selama musim 2015/2016. Raksasa Kairo, Al Ahly dan Zamalek, tentu memiliki anggaran yang lebih besar dari itu.
Bahkan klub anyar Mesir, Pyramids FC, menghabiskan anggaran 50 juta dolar AS dalam transfer pemain musim panas lalu. Jadi, kebenaran sederhananya adalah banyak klub Afrika Utara memiliki anggaran yang cukup besar. Sehingga, mereka mampu melakukan pembangunan infrastruktur dan transfer pemain.
Cuan Arab
Keterikatan budaya dengan kawasan Timur Tengah menjadi keuntungan tersendiri bagi negara-negara Afrika Utara. Sebuah keuntungan dan kesempatan yang tidak diperoleh oleh negara-negara Afrika di wilayah lainnya.
Pada musim 2017/2018, Persatuan Sepak Bola Arab (UAFA) mengumumkan kembalinya Kejuaraan Klub Arab. Sebuah kompetisi di mana 22 negara Arab mengirim klub pilihan mereka untuk berpartisipasi dalam turnamen sistem gugur 32 tim. Sisanya sebanyak 10 tim berasal dari negara-negara Afrika yang memiliki keterikatan budaya dengan Timur Tengah.
Turnamen tidak hanya diikuti oleh klub-klub asal Afrika Utara. Ada juga klub-klub dari Komoro, Djibouti, Somalia dan Sudan. Meski, pemenang dari Afrika sejauh ini selalu berasal dari wilayah utara.
Turnamen Kejuaraan Klub Arab bisa menjadi ‘dompet’ menarik bagi klub-klub Afrika Utara. Karena, turnamen ini menyediakan hadiah sebesar 7,5 juta dolar AS untuk sang juara. Nilai itu tiga kali lipat lebih besar dari hadiah yang diterima klub Afrika ketika menjuarai Liga Champions Afrika.
Situasi tersebut membuat sejumlah klub Afrika Utara menjadi dilematis antara memilih fokus ke Kejuaraan Klub Arab atau Liga Champions Afrika. Dari segi gengsi, Liga Champions Afrika tentu menjadi pilihan menarik. Terlebih, juaranya bisa bertarung menantang juara Liga Champions dari benua lain termasuk Eropa.
Tapi, dari segi finansial, Kejuaraan Klub Arab sudah pasti lebih menjanjikan. Alhasil, banyak klub Afrika Utara akhirnya mencoba menjaga keseimbangan antara kedua turnamen tersebut.
“Klub-klub Tunisia mencoba membuat sejarah dalam Liga Champions Afrika,’’ kata Farouk Abdou, jurnalis lepas yang meliput sepak bola Afrika Utara, seperti dikutip dari Mail@Guardian.
‘’Tapi, klub-klub Tunisia juga tertarik dengan Kejuaraan Klub Arab,’’ katanya. ‘’Karena, Anda bisa mendapatkan lebih banyak uang.’’
Kejuaraan Klub Arab tidak hanya menarik dari sisi cuan. Menurut Farouk Abdou, Kejuaraan Klub Arab juga menghadirkan atmosfer pertandingan sepak bola yang lebih menarik. ‘’Selain mendapatkan lebih banyak uang, Anda juga bisa bermain dalam kondisi yang lebih baik, dengan wasit dan kualitas lapangan yang lebih baik,” katanya.
Banyak faktor yang membuat mengapa sepak bola Arika Utara sangat mendominasi. Selain karena faktor diaspora dan atsmosfer vulkanik, kekuatan finansial –salah satunya dari cuan Arab-- yang telah mendorong tim-tim Afrika Utara mampu mendominasi sepak bola Afrika. Who knows?